Selasa, 07 November 2017

Sidang Ke-17 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Para Saksi Anggota Dewan Diancam Pasal 22 UU Tipikor

Baca Juga


Delapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto yang dihadirkan JPU KPK saat mengikuti jalannya persidangan kasus OTT dugaan suap proyek pembangunan kampus PENS, Selasa (07/11/2017).

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-17 (tujuh belas) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Selasa 7 Nopember 2017 ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 3 (tiga) terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto serta 8 (delapan) saksi anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya.

Ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut yakni mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PDI-P), mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani (PKB) dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto non-aktif Umar Faruq (PAN). Sedangkan kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto lain yang dihadirkan  dalam persidangan kali ini yakni yakni Febriana Meldyawati (PDI-P), Suliyat (PDI-P), Yunus Suprayitno (PDI-P), Gusti Patmawati (PDI-P), Sonny Basoeki Rahardjo (Partai Golkar), Aris Satriyo Budi (PAN), Suyono (PAN) dan Gunawan (PAN).

Ketika Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti meminta semua saksi menanggapi pernyataan ketiga terdakwa tersebut, sempat terjadi silat-lidah bahkan menjurus ke persitegangan antara kedelapan saksi dari kalangan Anggota Dewan tersebut dengan ketiga terdakwa mantan Pimpinan Dewan dan PH ketiga terdakwa. Hal ini terjadi, manakala kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto yang dihadirkan sebagai saksi serasa kompak mengaku, bahwa mereka baru mengetahui jika uang Rp. 5 juta yang mereka terima dari Pimpinan Dewan itu berasal dari Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Mojokerto setelah terjadinya OTT KPK pada pertengahan Juni 2017 silam.

Wal-hasil, pengakuan senada kedelapan saksi Dewan tersebut mendapat tanggapan cukup 'pedas' dari ketiga terdakwa mantan Pempinan Dewan maupun PH ketiga terdawa. Bahkan, Majelis Hakim pun sempat menyindirnya dengan tajam. Pasalnya, kedelapan saksi Anggota Dewan tersebut dinilai memberi keterangan tidak-benar dan jauh dari fakta yang sesungguhnya. “Kalau delapan saksi ini jujur, pasti tidak mengingkari kalau sebenarnya tahu darimana asal uang itu. Tapi kalau tetap menyangkal, Majelis Hakim tentunya akan menilai, sejauh mana kebenaran keterangan mereka", lontar terdakwa Purnomo.

Terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto inipun secara tandas menyatakan, jika keterangan para saksi yang mengaku tidak tahu asal uang Rp. 5 juta tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. “Semua saksi mengaku jika baru mengetahui asal uang lima juta rupiah setelah kami bertiga ditangkap KPK. Padahal, fakta yang sebenarnya mereka tahu kalau uang itu dari Wiwiet Febriyanto", tandas terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo.

Untuk menguatkan pernyataannya, terdakwa Purnomo meminta salah-satu saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto rekan satu fraksinya, yakni saksi Suliyat, untuk berkata jujur. “Saya minta saksi (Red: Suliyat) jujur. Sewaktu Wiwiet Febriyanto menyerahkan uang sebesar seratus limapuluh juta rupiah didalam mobil di parkiran MC Donald, Sepanjang, posisi saksi jadi satu di bangku tengah, sebelah kiri saya. Saksi tahu ketika Wiwiet Febriyanto menyerahkan uang dalam kresek warna hijau. Bahkan, saksi sempat menelepon terdakwa Umar Faruq memberitahukan soal penerimaan uang sekaligus menyayangkan jika Ketua Dewan sendirian menerima uang tanpa didampingi dua Pimpinan Dewan lainnya", beber terdakwa Purnomo.

Terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto inipun mengungkapkan, bahwa ketika saksi Suliyat mengambil uang bagiannya hasil pemberian Wiwiet Febriyanto dirumah kediamannya yang yang berada dikawasan Kelurahan Pulorejo, saksi Suliyat datang bersama istrinya. “Saksi datang bersama istrinya. Selain menerima uang, juga menanyakan kekurangannya. Bahkan, saat pulang saya bawakan jeruk beberapa buah. Kalau tetap tidak ingat, ya kebangeten", ungkap terdakwa Purnomo.

Meski demikian, saksi Suliyat malah mengaku jika dirinya lupa semua kejadian itu. Tak ayal, atas kesaksian saksi Suliyat yang ini, Majelis Hakim sempat melontarkan sindiran lumayan pedas agar saksi Suliyat mengingat peristiwa saat dirinya bersama sang istri ke rumah terdakwa Purnomo untuk mengambil sebagian 'uang fee proyek Jasmas' pemberian terdakwa Wiwiet Febryanto sebesar Rp. 5 juta sebagai bagiannya. “Masak diberi jeruk saja lupa. Ingat, kebaikan orang, dengan memberi buah begitu", sindir Ketua Majelis Hakim, HR. Unggul Warso Mukti.

Anehnya, mendapat sindiran lumayan pedas dari Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warsa Mukti tersebut, entah disadari atau tidak, saksi Suliyat meresponnya dengan mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Rupanya, sikap maupun keterangan saksi Suliyat ini mampu menggiring suasana kebatinan para pengunjung sidang kedalam suasana gundah, sehingga tanpa ada yang mengomando para pengunjung serentak menggumam. "Huuuuu....!", gumam para pengunjung, kompak.

Kegaduhan kecil secara spontan yang dibuat oleh para pengunjung sidang itupun cepat disikapi oleh Majelis Hakim dengan melontar peringatan agar para pengunjung tenang dan tertib dalam mengikuti jalannya persidangan. “Saya ingatkan, kalau pengunjung ramai, tidak tertib, akan saya keluarkan...!", lontar Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti.

Namun demikiian, sikap maupun perkataan saksi Suliyat dalam memberikan kesaksian yang sering-kali mengaku lupa itu, juga sempat beberapa-kali memicu kegeraman Majelis Hakim maupun para Penasehat Hukum ketiga terdakwa. Terlebih, saat saksi Suliyat diminta Majelis Hakim untuk menjelaskan sikap para Anggota Dewan ketika tidak-setuju dengan proyek pembangunan kampus PENS. Dengan polosnya, saksi Suliyat menyatakan jika dirinya tidak mampu untuk menjelaskannya. “Terus terang Yang Mulia, saya tidak bisa menjelaskan. Bukan saya tutup-tutupi, ini keterbatasan SDM saya semata", aku saksi Suliyat.

Demikian juga dengan tanggapan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dan tanggapan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto non-aktif Umar Faruq atas keterangan kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut. Kedua terdakwa ini mengutarakan tanggapan senada atas kesaksian kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut. “Andai saja mulut saksi ini diplester dan tangannya bisa bersaksi, tentu akan diketahui sebenarnya apa yang sudah mereka terima", cetus terdakwa Abdullah Fanani.

Samsudin, Penasehat Hukum (PH) terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani pun sempat dibuat geram dengan pengakuan saksi Sonny Basoeki Rahardjo dan Aris Satriyo Budi. Dimana, kedua saksi ini tidak-mengakui jika keduanya pernah mendatangi kantor terdakwa Wiwiet Febryanto yang juga ditangkap dalam OTT KPK bersama 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, dan meminta sebagian dari uang fee Jasmas sebanyak Rp. 30 juta. “Saudara saksi dibawah sumpah. Tolong diingat lagi, soal uang tiga puluh juta rupiah itu. Seperti termuat dalam BAP saudara", sergah Samsudin, PH terdakwa Abdullah Fanani.

Ternyata, peringatan Samsudin itu tidak membuat kedua saksi bergeming dari pengakuannya. Tetap saja, saksi Sonny Basoeki Rahardjo dan Aris Satriyo Budi bersikukuh pada pengakuannya, jika mereka tidak-pernah minta uang Rp. 30 juta kepada Wiwiet Febryanto disaat Wiwiet Febryanto menjabat Kadis PUPR Pemkot Mojokerto. Kedua saksi inipun dengan begitu yakinnya  mengaku, jika saat itu mereka mendatangi Wiwiet Febryanto di kantornya untuk mempertanyakan proyek Jasmas yang tidak kunjung dikerjakan. Selain itu, kedua saksi Anggota Dewan ini pun mengaku, jika mereka mendatangi Wiwiet Febryanto di kantornya bukan dalam rangka meminta uang, melainkan meminjam uang secara pribadi.

Tak pelak, pengakuan kedua saksi tersebut membuat Samsudin geram, hingga melontarkan ancaman penggunaan Pasal 22 Undang Undang Republik Indinesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang mana, Pasal 22 UU Tipikor ini mengatur bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak-memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). "Saudara saksi menantang saya pakai Pasal 22...!?", lontar Samsudin.

Samsudin, PH terdakwa Abdullah Fanani inipun menyatakan, jika kedatangan kedua Anggota Dewan untuk menemui Wiwiet Febryanto di kantor DPUPR Pemkot Mojokerto tidak bisa dibenarkan, terlebih tanpa sepengetahuan pimpinan Dewan. Sementara, keterangan Sonny Basoeki Rahardjo yang mengaku jika dirinya tidak-mengetahui asal dari uang tidak resmi itu dibantah tegas oleh terdakwa Abdullah Fanani. “Saat menyerahkan uang, untuk saksi dan dua anggota Fraksi Golkar Hardyah Santi dan Anang Wahyudi total Rp. 15 juta di kantor PKB, saya sampaikan kalau itu uang pemberian Wiwiet Febriyanto. Saksi sekarang mengaku tidak tahu, itu bohong...!", bantah terdakwa Abdullah Fanani.

Pengakuan saksi Sonny Basoeki Rahardjo itupun, mengundang tanggapan Imam Subawe, PH terdakwa Purnomo dengan mempertanyakan keterangan Sonny Basoeki Rahardjo dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) penyidik KPK, yang salah-satu diantaranya menyatakan bahwa dirinya hanya menerima uang resmi dan sekalipun tidak pernah menerima uang tidak resmi. “Lalu, uang lima juta rupiah yang saudara terima itu apa juga uang resmi...!?”, sindir Iman Subawe.

Sementara itu pula, saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya, yakni Gunawan mengaku, jika dirinya tidak-menikmati atapun memanfaatkan uang Rp. 5 juta pemberian terdakwa Wiwiet Febryanto yang telah diterima itu sebagai bagiannya. Alasannya, uang itu hanya diletakkan begitu saja dibawah bantal tempat tidurnya.  “Uang itu, tidak saya apa-apakan. Saya taruh dibawah bantal tempat tidur saja", aku saksi Gunawan

Tak urung, pengakuan para saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto itu mengundang catatan khusus Majelis Hakim yang memimpin persidangan. Wal-hasil, Majelis Hakim meminta JPU KPK agar menindak-lanjuti pengakuan para saksi dengan penyidikan lebih lanjut. “Saya minta JPU menindak-lanjuti semua pengakuan saksi", tegas Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti.

Dipenghujung persidangan, Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti mengagendakan acara persidangan yang akan digelar pada Senin 13 Nopember 2017 yang bakal menghadirkan 3 (tiga) terdakwa yang sekaligus sebagai saksi. Ketiganya yakni terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto non-aktif Umar Faruq. "Agenda sidang berikutnya (13/11/2017) menghadirkan tiga terdakwa sekaligus sebagai saksi merupakan agenda terakhir untuk pemanggilan para saksi", tandas Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti.

Dikonfirmasi usai sidang, JPU KPK Setiawan menyatakan, bahwa pihaknya akan menindak-lanjuti permintaan Majelis Hakim. Namun demikian, untuk menentukan langkah selajutnya bergantung pada alat bukti yang ada. "Arahan Majelis Hakim tentunya akan kami tindak lanjuti. Namun, semua kembali mengacu pada alat bukti nantinya. Kami akan memperhatikan setiap kondisi baik di persidangan maupun di luar persidangan. Nanti keberadaan alat bukti itulah yang menentukan langkah kami selanjutnya", cetus JPU KPK, Setiawan.

Sebagaimana diketahui, Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto serta Abullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto bersama Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jum'at (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/10/2017) dini-hari, saat mereka diduga kuat tengah melakukan tindak pidana 'suap-menyuap'.

Dimana, pada Jum’at 16 Juni 2017 sekitar pukul 23.30 WIB, tim Satgas Penindakan KPK mengamankan Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan seorang dari pihak swasta bernama Hanif di 'Rumah PAN' atau kantor DPD PAN Kota Mojokerto yang berada dikawasan jalan KH. Mansyur, Lingkungan Suronatan Kelurahan Gedongan Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto.

Selain mengamankan ketiganya, dalam 'Operasi Super Senyap' ini, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil menemukan barang-bukti uang sebesar Rp. 300 didalam mobil Hanif yang diduga merupakan uang yang digunakan oleh terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk menyuap Dewan.

Pada saat yang hampir bersamaan, tim Satgas Penindakan KPK lainnya juga berhasil mengamankan terdakwa Wiwiet Febrianto selaku Kadis PUPR Pemkot, disalah-satu kawasan jalan di Mojokerto menuju arah ke Surabaya. Saat dilakukan penggeledahan, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang sebanyak Rp. 140 juta yang disimpan terdakwa Wiwiet Febryanto didalam mobil yang dikemudikannya. Disusul kemudian, pada Sabtu 17 Juni 2017 dini-hari sekitar 01.00 WIB, tim Satgas Penindakan KPK menangkap terdakwa Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Taufik dirumah kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan barang bukti uang sebanyak Rp. 30 juta.

Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur, ke-enamnya bersama barang bukti berupa uang tunai yang diduga berasal dari 2 (dua) kontraktor yang selama ini menjadi rekanan Dinas PUPR Pemkot Mojokerto, yakni Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dody Setiawan, diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/06/2017) siang untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK.

Dari hasil pemeriksaan dinilai cukup bukti, pada Sabtu 17 Juni 2017 itu juga, KPK menetapkan status tersangka terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto serta Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto. Yang mana, sejak saat itu pula, keempatnya menjadi tahanan KPK. Sedangkan bagi Hanif dan Taufik sendiri, hingga saat ini masih sebatas sebagai saksi dalam kasus ini. *(DM/DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-15 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mengaku Semua Anggota Dewan Tahu Soal Fee Proyek Jasmas Dan Jatah Triwulan
*Sidang Ke-14 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Pledoi Terdakwa Wiwiet Sebut Dewan Pelaku Utama
*Sidang Ke-13 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 2 Dari 5 Saksi Swasta Dicecar Soal Motif Meminjami Uang Wiwiet Febryanto Hingga Hampir Rp. 1 M
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tolak Permohonan Wiwiet Sebagai Justice Collaborators
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU KPK Tuntut Terdakwa WiwietFebryanto Dengan Sanksi 2 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 250 Juta
*Sidang Ke-11 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Umar Faruq Sebut Rp. 180 Juta Untuk Nyicil Hutang Wakil Wali Kota Dan Rp. 30 Juta Rencana Untuk THR
*Sidang Ke-10 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wiwiet Febriyanto Mulai Diperiksa Sebagai Terdakwa
*Sidang Ke-9 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Dewan Akui Terima Fee
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Terdakwa Meyakini Peran Anggota Dewan Akan Terungkap Dalam Persidangan Mendatang...?
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap, 3 Mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Terancam Pasal TPPU...?
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, Komitmen Fee Dan Success Fee Dewan Dilakukan Disebuah Hotel Dikawasan Trawas
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, JPUK KPK Hadirkan 4 Anggota DPRD Kota Mojokerto Sebagai Saksi
*Sidang Ke-6 Kasus OTT Suap Proyek PENS, Semua Anggota Dewan Tahu Adanya Fee Proyek Dan Jatah Triwulan...?
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS,KadisPUPRPemkotMojokertoTeramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, WiwietFebryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng