Baca Juga
Selain Neneng Sumiati, Tim Penyidik KPK juga memanggil 2 (dua) Saksi lainnya, yakni Kepala Bagian (Kabag) Perencanaan RSUD Kota Bekasi Dewi Rosita serta Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Bekasi H. Ahmad Sahroni. Keduanya pun dipanggil atas parkara dan untuk Tersangka yang sama. Pemeriksaan akan dilakukan di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.
"Mereka dipanggil dalam kapasitasnya sebagai Saksi untuk penyidikan tersangka RE", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (25/03/2022).
Sebagai Tersangka pemberi suap, keempatnya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.
Sebagai Tersangka penerima suap, kelimanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sembilan Tersangka tersebut ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1.
Tersangka AA, LBM, SY, dan MS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Sedangkan tersangka Rahmat Effendi (RE) dan WY ditahan di Rutan Gedung Merah Putih. Adapun tersangka MB, MY dan JL ditahan di Rutan KPK Kavling C1.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.
KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.
Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemkot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.
Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*