Selasa, 14 November 2017

Sidang Ke-19 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Terancam Pasal Berlapis

Baca Juga


Salah-satu suasana sidang ke-19 kasus OTT dugaan suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS, saat terdakwa Purnomo menjawab pertanyaan JPU KPK, Selasa (14/11/2017) siang.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-19 (sembilan belas) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda, Waru - Surabaya pada Selasa 14 Nopember 2017 ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 3 (tiga) terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto.

Selain dihadirkan sebagai terdakwa atas kasus tersebut, sidang ke-19 (sembilan belas) kasus OTT dugan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017 senilai Rp. 13 miliar yang dipimpin Ketua Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Mukti ini, ketiga mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu juga dihadirkan sebagai saksi untuk memberikan kesaksian atas perbuatan masing-masing terdakwa lainnya. Masing-masing dari ketiganya adalah mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PDI-Perjuangan), mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani (PKB) dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto non-aktif Umar Faruq (PAN).

Dalam dakwaannya, JPU KPK mendakwa bahwa, ketiga terdakwa didakwa didakwa menerima 'suap' Rp. 450 juta dari terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto untuk memuluskan pengalihan anggaran (dana hibah) proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 bernilai sekitar Rp. 13 miliar ke anggaran (dana hibah) proyek Penataan Lingkungan (Penling) yang juga disebut dengan istilah Jasmas (Aspirasi) pada DPUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 yang asalnya bernilai sekitar Rp. 13 miliar sehingga menjadi bernilai Rp. 26 miliar. Mengejutkannya, dari proyek Penling atau Jasmas yang benilai Rp. 26 miliar tersebut, setiap anggota dewan mendapatkan saweran atau 'fee proyek' dengan persentase bervariasi. Yakni 8%, 10% hingga 12%, bergantung pada kedudukannya.

Mengejutkannya pula, persentase fee dari proyek Penling atau proyek Jasmas yang benilai Rp. 26 miliar tersebut, terungkap dalam materi dakwaan JPU KPK, yakni sejak akhir Desember 2016 lalu telah terjadi kesepakatan antara Dinas PUPR Pemkot Mojokerto dengan kalangan Anggota Dewan tentang 'komitmen fee' sekaligus persentase besaran 'fee' itu sendri. "Diakhir tahun 2016, sudah ada komitmen fee Jasmas maupun jatah triwulan", tandas JPU KPK.

Dalam materi dakwaannya, tim JPU KPK membeberkan pertemuan antara terdakwa Wiwiet Febrynto selaku Kepala Dinas (Kadis) PUPR bersama-sama ketiga terdakwa Pimpinan DPRD tersebut  menemui Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto, pada sekitar akhir 2016, Senin 5 Juni 2017, Sabtu 10 juni 2017 dan Jumat 16 Juni 2017, bertempat di kantor dinas Wali Kota Mojokerto, di rumah dinas Wali Kota Mojokerto jalan Hayam Wuruk No. 51 Mojokerto juga di rumah Partai Amanat Nasional (PAN) jalan Kyai Haji Mansyur No. 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.

Hal itu dipandang telah melakukan  perbuatan yang dapat menimbulkan mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga berlanjut memberi atau menjanjikan atau menerima sesuatu. Diantaranya, yakni menerima pemberian uang dari terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto sebesar Rp. 450 juta yang diterima dalam 2 (dua) tahap sebagai bagian dari realisasi pemberian janji penghasilan tambahan tidak-resmi bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto dengan maksud agar Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani serta Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya untuk memperlancar pembahasan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 dan Rancangan APBD 2018.

Selain itu, tim JPU KPK pun membeber pertemuan antara terdakwa Purnomo beserta Abdullah Fanani dan Umar Faruq juga beberapa Ketua Fraksi dengan terpidana Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto pada sekitar bulan Februari 2017, untuk membahas pekerjaan Jasmas serta permintaan uang sebagai 'komitmen fee proyek Jasmas' sebesar 8% untuk Anggota DPRD, 10% untuk Wakil Ketua DPRD dan 12% untuk Ketua DPRD. Dimana, dalam pertemuan ini permintaan para Anggota DPRD Kota Mojokerto itupun disanggupi oleh terpidana mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto. Namun, hingga Mei 2017, ternyata terdakwa Wiwiet Febriyanto belum merealisasikan janji pemberian uang penghasilan tambahan tidak-resmi dimaksud yang bersumber dari komitmen fee program Jasmas maupun uang triwulan-an kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Mojokerto.

Menjawab pertanyaan JPU KPK, terdakwa Umar Faruq menegaskan, jika rencana pembangunan kampus PENS di Kota Mojokerto yang diplot dalam Anggaran Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13.096.913.000,- ini pernah dikonsultasikan ke pusat. "Begini pak, proyek PENS tersebut pernah kita konsultasikan ke pusat. Waktu itu, orang pusat yang bernama pak Marwoto mengingatkan dengan mengatakan, 'mendirikan perguruan tinggi ini kewenangannya provinsi, apalagi setelah membangun dihibahkan. Apa nggak takut..., disana ada Kejaksaan dan Polsek...?' Maaf pak... waktu itu pak Marwoto tidak menyebut Polres, tapi Polsek", tegas terdakwa Umar Faruq seraya menirukan ucapan Marwoto.

Meski sudah diperingati oleh pusat, jika program pembangunan kampus PENS itu menyerempet bahaya, namun tetap saja proyek tersebut diupayakan diteruskan pelaksanaannya lantaran merupakan salah-satu program unggulan Wali Kota Mojokerto Mas'ud. Ironisnya, program unggulan tersebut ternyata malah keliru dalam menyantumkan pos mata anggrannya, karena dimasukkan dalam pos mata anggaran Belanda Modal. Sedangkan agar kampus PENS itu bisa dilaksanakan yang kemudian dihibahkan, seharusnya masuk dalam pos anggaran Belanja Barang / Jasa. "Karena Itu merupakan program unggulan Wali Kota Mas'ud Yunus. Karena, dalam beberapa kegiatan, beliau sering mengumumkan, jika nantinya warga Kota tidak perlu keluar Kota untuk meneruskan kuliah. Seperti saat kegiatan Jum'at bersih, kepada kader Jumantik, beliau sering mengatakan seperti itu. Kebetulan, beliau mempuyai basic seorang guru. Saya muridnya, waktu masih di SMP dulu", tegas terdakwa Umar Faruq.

Meski program unggulan tersebut ternyata salah dalam menyantumkan pos mata anggrannya, karena dimasukkan dalam pos mata anggaran Belanda Modal, sedangkan agar kampus PENS itu bisa dibangun lantas dihibahkan seharusnya masuk dalam pos anggaran Belanja Barang / Jasa, terpidana Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dan Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto tetap berkeinginan menyelesaikan persoalan tersebut dengan tetap mengerjakannya melalui Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 dengan mengusulkan penambahan anggaran Penataan Lingkungan (Penling).

Hal itu dilakukan, apabila upaya menagih kekurangan anggaran DAK Tahun Anggaran 2016 tidak dibayar oleh Kementerian Keuangan, dan merencanakan perubahan penganggaran PENS dari mata anggaran Belanja Modal menjadi Belanja Barang dan Jasa dalam P-APBD Kota Mojokerto TA 2017, APBD Kota Mojokerto TA 2018 atau kemungkinan mengalihkan anggaran proyek Pembangunan Kampus PENS itu ke dalam P--APBD TA 2017 untuk mengganti kekurangan anggaran proyek Penataan Lingungan (Penling) atau proyek Jasmas.

Bukan itu saja, dihadapan Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti, tim JPU KPK meminta penegasan terdakwa Purnomo terkait pertemuannya dengan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus pada Selasa 5 Juni 2017 bertempat dirumah dinas Wali Kota Mojokerto. Yang mana, pada saat itu, terjadi pertemuan antara Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo bersama 2 (dua) Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto (Abdullah Fanani dan Umar Faruq), dengan maksud menanyakan tentang realisasi penghasilan tambahan tidak-resmi yang bersumber dari uang komitmen fee program Jasmas sebesar 12% dari nilai proyek Jasmas dan realisasi uang triwulanan dewan.

Yang mana, setelah pertemuan tersebut, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus memanggil terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk merealisasi janji pemberian uang komitmen program Jasmas dan uang triwulan dewan, serta meminta terdakwa Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal tersebut dengan Pimpinan DPRD, agar Pimpinan dan anggota DPRD memperlancar pembahasan P-APBD TA 2017 atau APBD Perubahan TA 2017 maupun APBD tahun 2018. "Saya (Red: terdakwa Purnomo) yang menghadap duluan. Setelah saya selesai menghadap, baru kemudian beliu (Red: Wali Kota Mas'ud Yunus) memanggil saudara Wiwiet melalui telepon", tegas terdakwa Purnomo.

Tim JPU KPK pun meminta penegasan kepada terdakwa Purnomo terkait pertemuan terdakwa Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto bersama Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dengan terpidana Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto di kantor DPRD Kota Mojokerto pada Selasa (06/06/2017), untuk membicarakan rencana realisasi uang 'komitmen fee program Jasmas juga uang triwulan dewan. Dimana, dalam pertemuan ini, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar terdakwa Wiwiet Febriyanto segera merealisasi uang komitmen fee dan uang triwulan dewan sebesar Rp. 395 juta per-triwulan, serta merealisasi uang 'komitmen fee' program Jasmas tahap pertama sebesar 8% atau sebesar Rp. 500 juta. Dimana, hal inipun disanggupi oleh terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto. "Iya..., benar. Pertemuan itu berlangsung di kantor saya", tegas Purnomo pula.

Hal itu, di iyakan pula oleh terdakwa Abdullah Fanani. Sementara untuk memenuhi permintaan Dewan itu, maka pada Selasa 6 Juni 2017, terdakwa Wiwiet Febriyanto bertemu dengan 2 (dua) orang kontraktor yang merupakanan rekanan dari Dinas PUPR, yakni Direktur CV. Benteng Persaada, Irfan Dwi Cahyono alias Ipang dan Direktur Operasional PT. Agrindo Jaya Sejahtera Dodi Setiawan, di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya. Dalam pertemuan ini, terdakwa Wiwiet Febriyanto meminta uang sejumlah Rp. 930 juta dengan imbalan akan mendapat pekerjaan yang akan dianggarkan pada P-APBD atau APBD Perubahan Tahun Anggaran 2017. Permintaan itu langsung disanggupi oleh kedua kontraktor tersebut. Yang mana, Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank sejumlah Rp. 200 juta dan Dodi Setiawan Rp. 730 juta, yang akan diberikan dalam dua tahap yakni, tahap pertama Rp. 430 juta dan tahap kedua sejumlah Rp. 500 juta.

Baru pada Sabtu (10/06/2017) dini hari, terdakwa Wiwiet Febriyanto menerima uang sebesar Rp. 380 juta dari dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di parkiran KFC jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square. Yang kemudian, Sabtu (10/06/2017) sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa Wiwiet Febryanto menyerahkan uang sebesar Rp. 150 juta kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, di parkiran Restoran Mc Donald jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo. "Waktu ambil uang yang Rp. 150 juta itu, saya pulang dari perjalanan dinas luar kota. Saya yang datang duluan di parkiran Mc. Donal jalan Sepanjang Geluran. Kan... saya dari arah Surabaya. Setelah saya tiba di parkiran Mc. Donal itu, tidak lama kemudian saudara Wiwiet datang membawa tas merah yang isinya uang itu. Waktu itu, pak Suliyat ikut mobil saya dan sopir", jelas Purnomo.

Terdakwa Purnomo menegaskan, bahwa waktu itu terpidana mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto menjanjikan akan mencairi uang sebesar Rp. 200 juta dari kesepakatan pencairan tahap pertama komitmen fee proyek Jasmas yang nilainya Rp. 500 juta. Akan tetapi, pada saat yang telah ditentukan, terpidana Wiwiet tidak-memberikan uang sebesar yang dijanjikannya sebelumnya. "Sebelumnya, saudara Wiwiet menjanjikan akan memberi Rp. 200 juta. Tapi, saat pertemuan itu dia hanya memberi Rp. 150 juta, sambil mengatakan jika sisanya sejumlah Rp. 350 juta akan diserahkan pada pertengahan bulan Juni 2017", tegas terdakwa Purnomo lagi.

Setelah mendapatkan dana dari terpidana Wiwiet Febryanto yang saat itu menjabat Kadis PUPR Pemkot Mojokerto, terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo pun membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya. Dimana, masing-masing Anggota Dewan menerima  Rp. 5 juta sebagai bagiannya. Sementara Umar Faruq dan Abdulah Fanani masing-masing mendapatkan Rp. 12,5 juta sedangkan Purnomo sendiri mendapatkan Rp. 15 juta. "Masing-masing Anggota Dewan menerima Rp. 5 juta. Saya sendiri (Red: sebagai Ketua Dewan) ada tambahan Rp. 10 juta, jadi totalnya Rp. 15 juta. Sedangkan pak Fanani (Red: sebagai Wakil Ketua Dewan) dan pak Faruq (Red: sebagai Wakil Ketua Dewan) masing-masing​ ada tambahan Rp. 7,5 juta, jadi totalnya masing-masing Rp. 12,5 juta", rinci terdakwa Purnomo, yang di iyakan oleh terdakwa Abdullah Fanani dan terdakwa Umar Faruq.

Menyusul permintaan penegasan tim JPU KPK kepada terdakwa Purnomo terkait pembagi-bagian uang tersebut. Diantaranya, pada Sabtu (10/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB, di alun-alun Kota Mojokerto, terdakwa Purnomo memberikan uang Rp. 57,5 juta kepada Umar faruq. Yang selanjutnya, Umar Faruq membagikan uang tersebut kepada Gunawan sebesar Rp. 30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan, yakni Denny Novianto (Partai Demokrat), Uji Pramono (Partai Demokrat), M Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Riha Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP) dengan masing-masing menerima Rp. 5 juta sebagai bagiannya.

Dihari yang sama, yakni Sabtu (10/06/2017) sore sekitar pukul 17.30 WIB, terdakwa Purnomo menemui Abdulah Fanani dirumahnya yang berada dijalan Raya Surodinawan Kota Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp. 37,5 juta. Yang kemudian oleh terdakwa Abdullah Fanani sebagian dari uang itu diserahkan kepada Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) sebesar Rp. 10 juta untuk Junaedi Malik sendiri dan Choiroiyah sebagai bagiannya, serta Rp. 15 juta untuk Sony Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Hardyah Shanty dan Anang Wahyudi, sebagai bagiannya.

Sedangkan sisanya, terdakwa Purnomo membagikannya kepada anggota Fraksi PDI Perjuangan, yakni Darwanto, Yunus Suprayitno, Febriana Meldiyawati, Suliat dan Gusti Fatmawati, masing-masing Rp. 5 juta sebagai bagainnya. Selain itu, Purnomo juga menyerahkan uang sebanyak Rp. 15 juta kepada Dwi Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra), Moh. Harun dan Ita Primaria Lestari, masing-masing Rp 5 juta sebagai bagiannya pula.

Sementara itu, setelah menerima pembagian uang dari terdakwa Purnomo, selain membagikan uang sebesar Rp. 30 juta kepada Gunawan untuk dibagikan lagi kepada 6 anggota Fraksi Gabungan, terdakwa Umar Faruq juga membagikan dan memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica Maschur, Suyono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp 5 juta, yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel. "Saya juga yang waktu itu membagikan ke Abah Yono (Red: Suyono, Anggota DPRD Kota Mojokerto dari PAN). Saya beritahu jika uang itu untuk kegiatan bagi-bagi parcel lebaran, tapi abah Yono tetap minta separuhnya. Jadi saya berikan ke Abah Yono Rp. 2,5 juta", tegas terdakwa Faruq, menjawab pertanyaan JPU KPK.

Atas dugaan tindak pidana yang diduga diperbuat oleh ketiga terdakwa, JPU KPK menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal 11 dan 12a jo Pasal 18 Undang Undang Republik Indonesia (UU-RI) Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Yang mana, dalam Pasal 11 telah mengatur ancaman hukuman paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun penjara, Pasal 12a mengatur ancaman hukuman paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama seumur hidup, sedangkan bunyi Pasal 18  UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang mengisyaratkan adanya perampasan harta benda, pembayaran uang pengganti, penutupan perusahaan, pencabutan hak-hak, juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sementara  Pasal 55 ayat (1) mengatur hukuman bagi orang yang menyuruh melakukan perbuatan itu, orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan, dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana.

Hanya saja, meski ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut dijerat dengan pasal yang sama, tim JPU KPK akan melakukan penuntutan secara terpisah terhadap ketiga terdakwa sebagaimana tingkat penyalah-gunaan jabatan dari masing-masing terdakwa. Selain itu, meski ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut dijerat dengan pasal berlapis, JPU KPK mengaku mengapresiasi sikap ketiga terdakwa selama persidangan yang dinilai kooperatif. “Kami mengapresiasi ketiga terdakwa, karena berani mengakui kesalahannya dan kooperatif, sehingga tidak menyulitkan jalannya persidangan", cetus JPU KPK, Budi Nugraha. 

Sebelum menutup acara sidang, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang menyidangkan kasus dugaan suap dengan terdakwa tiga mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut mengagendakan sidang lanjutan yang beragendakan pembacaan tuntutan JPU KPK pasa Selasa (21/11/2017) pekan depan. “Persidangan berikutnya, pembacaan tuntutan. Kita agendakan Selasa 21 Nopember 2017, pekan depan", pungkas  Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti, usai ketuk palu memungkasi sidang kali ini.

Sebagaimana diketahui, Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto serta Abullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto bersama Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jum'at (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/10/2017) dini-hari, saat mereka diduga kuat tengah melakukan tindak pidana 'suap-menyuap'.

Dimana, pada Jum’at 16 Juni 2017 sekitar pukul 23.30 WIB, tim Satgas Penindakan KPK mengamankan Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan seorang dari pihak swasta bernama Hanif di 'Rumah PAN' atau kantor DPD PAN Kota Mojokerto yang berada dikawasan jalan KH. Mansyur, Lingkungan Suronatan Kelurahan Gedongan Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto.

Selain mengamankan ketiganya, dalam 'Operasi Super Senyap' ini, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil menemukan barang-bukti uang sebesar Rp. 300 didalam mobil Hanif yang diduga merupakan uang yang digunakan oleh terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk menyuap Dewan.

Pada saat yang hampir bersamaan, tim Satgas Penindakan KPK lainnya juga berhasil mengamankan terdakwa Wiwiet Febrianto selaku Kadis PUPR Pemkot, disalah-satu kawasan jalan di Mojokerto menuju arah ke Surabaya. Saat dilakukan penggeledahan, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang sebanyak Rp. 140 juta yang disimpan terdakwa Wiwiet Febryanto didalam mobil yang dikemudikannya. Disusul kemudian, pada Sabtu 17 Juni 2017 dini-hari sekitar 01.00 WIB, tim Satgas Penindakan KPK menangkap terdakwa Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Taufik dirumah kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan barang bukti uang sebanyak Rp. 30 juta.

Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur, ke-enamnya bersama barang bukti berupa uang tunai yang diduga berasal dari 2 (dua) kontraktor yang selama ini menjadi rekanan Dinas PUPR Pemkot Mojokerto, yakni Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dody Setiawan, diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/06/2017) siang untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK.

Dari hasil pemeriksaan yang dinilai cukup bukti, pada Sabtu 17 Juni 2017 itu juga, KPK menetapkan status tersangka terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto serta Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto. Yang mana, sejak saat itu pula, keempatnya menjadi tahanan KPK. Sedangkan bagi Hanif dan Taufik sendiri, hingga saat ini masih sebatas sebagai saksi dalam kasus tersebut. *(DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-18 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU KPK Janjikan Segera Ekspos Perkara Lanjutan Kasus OTT
*Sidang Ke-18 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Terdakwa Wiwiet Febryanto Dijatuhi Sanksi 2 Tahun Penjara Serta Denda Rp. 250 Juta
*Sidang Ke-17 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Para Saksi Anggota Dewan Diancam Pasal 22 UU Tipikor
*Sidang Ke-15 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mengaku Semua Anggota Dewan Tahu Soal Fee Proyek Jasmas Dan Jatah Triwulan
*Sidang Ke-14 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Pledoi Terdakwa Wiwiet Sebut Dewan Pelaku Utama
*Sidang Ke-13 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 2 Dari 5 Saksi Swasta Dicecar Soal Motif Meminjami Uang Wiwiet Febryanto Hingga Hampir Rp. 1 M
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tolak Permohonan Wiwiet Sebagai Justice Collaborators
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU KPK Tuntut Terdakwa WiwietFebryanto Dengan Sanksi 2 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 250 Juta
*Sidang Ke-11 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Umar Faruq Sebut Rp. 180 Juta Untuk Nyicil Hutang Wakil Wali Kota Dan Rp. 30 Juta Rencana Untuk THR
*Sidang Ke-10 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wiwiet Febriyanto Mulai Diperiksa Sebagai Terdakwa
*Sidang Ke-9 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Dewan Akui Terima Fee
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Terdakwa Meyakini Peran Anggota Dewan Akan Terungkap Dalam Persidangan Mendatang...?
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap, 3 Mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Terancam Pasal TPPU...?
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, Komitmen Fee Dan Success Fee Dewan Dilakukan Disebuah Hotel Dikawasan Trawas
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, JPUK KPK Hadirkan 4 Anggota DPRD Kota Mojokerto Sebagai Saksi
*Sidang Ke-6 Kasus OTT Suap Proyek PENS, Semua Anggota Dewan Tahu Adanya Fee Proyek Dan Jatah Triwulan...?
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS,KadisPUPRPemkotMojokertoTeramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, WiwietFebryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng