Senin, 28 Maret 2022

KPK Panggil 3 Anak Rahmat Effendi Terkait Perkara Wali Kota Bekasi

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 3 (tiga) anak Wali Kota Bekasi non-aktif Rahmat Effendi sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi.

Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, bahwa tiga anak Wali Kota Bekasi non-aktif Rahmat Effendi tersebut masing-masing adalah Ramdhan Aditya selaku Direktur Utama Arhamdhan Ireynaldi Rizky, Irene Pusbandari selaku Direktur PT. AIR dan Reynaldi Aditama selaku Komisaris PT. AIR.

"Hari ini, ketiganya diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka RE dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi", terang Ali Fikri di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (28/03/2022).

Selain tiga anak Wali Kota Bekasi non-aktif Rahmat Effendi tersebut, Tim Penyidik KPK juga memanggil 3 (tiga) Saksi lainnya. Ketiganya, yakni Camat Cisarua Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Deni Humaedi Alkasembawa, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Pemkot Bekasi Aan Suhanda dan Pegawai n
Negeri Sipil (PNS) Engkos.

Dalam perkara ini, pada Kamis 06 Januari 2022, KPK menetapkan 9 (sembilan) Tersangka yang terdiri atas 4 (empat) Tersangka pemberi suap dan 5 (lima) Tersangka penerima suap. Mereka, yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Sebagai Tersangka pemberi suap, keempatnya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Sebagai Tersangka penerima suap, kelimanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sembilan Tersangka tersebut ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1.

Tersangka AA, LBM, SY, dan MS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Sedangkan tersangka Rahmat Effendi (RE) dan WY ditahan di Rutan Gedung Merah Putih. Adapun tersangka MB, MY dan JL ditahan di Rutan KPK Kavling C1.

Sementara itu, dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemkot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*


BERITA TERKAIT: