Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Adapun 15 Tersangka tersebut, yakni:
Sebanyak 76 Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terduga pelanggar disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah menjalani pemeriksaan disiplin atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK.
Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri atas Inspektorat, Biro SDM, atasan langsung pegawai dimaksud serta Koordinator Bagian Pengamanan. Adapun pemeriksaan itu sendiri, talah dilangsungkan sejak 26 Februari 2024 hingga 21 Maret 2024.
"Pemeriksaan disiplin terhadap 76 (tujuh puluh enam) orang PNS KPK sebagai terduga pelanggaran disiplin PNS", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri dalam keterang tertulisnya kepada wartawan, Jum'at (22/03/2024).
Dijelaskan Ali Fikri, bahwa setelah dilakukan rangkaian pemeriksaan, Tim Pemeriksa membuat laporan hasil pemeriksaan untuk disampaikan kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang nantinya lebih berhak dalam memberikan sanksi.
Hal itu, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Sedangkan bagi Pegawai KPK Non PNS terduga pelaku Pungli di Rutan Cabang KPK, akan disanksi langsung oleh KPK.
"Adapun hukuman disiplin yang akan dijatuhkan oleh PPK KPK hanya bisa diterapkan kepada Pegawai KPK setelah Pegawai KPK beralih status menjadi PNS KPK. Sedangkan pegawai yang bersumber dari instansi lain (PNYD), selanjutnya akan dikoordinasikan ke instansi asalnya", jelasnya.
Dalam perkara dugaan TPK Pungli di Rutan Cabang KPK, beberapa waktu lalu Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut, bahwa hampir semua Tahanan KPK memberikan uang Pungli kepada petugas Rutan Cabang KPK. Sementara itu, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 15 (lima belas) Pegawai KPK sebagai Tersangka dan langsung melakukan penahanan.
Penetapan 15 Tersangka perkara dugaan TPK Pungli di Rutan Cabang KPK dan penahannya, diumumkan secara resmi oleh KPK kepada publik, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan dengan menghadirkan 15 Tersangka.
Adapun 15 Tersangka tersebut, yakni:
1. Kepala Rutan KPK saat ini Achmad Fauzi;
2. Mantan petugas Rutan KPK Hengki;
3. Mantan Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Rutan KPK Deden Rochendi;
4. Petugas Rutan KPK Ristanta;
5. Petugas Rutan KPK Ari Rahman Hakim;
6. Petugas Rutan KPK Agung Nugroho;
7. Mantan petugas Rutan KPK Eri Angga Permana;
8. Petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan;
9. Petugas Rutan KPK Suharlan;
10. Petugas Rutan KPK Sopian Hadi;
11. Petugas Rutan KPK Ramadhan Ubaidillah;
12. Petugas Rutan KPK Mahdi Aris,
13. Petugas Rutan KPK Wardoyo;
14. Petugas Rutan KPK Muhammad Abduh; dan
15. Petugas Rutan KPK Ricky Rachmawanto.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan para Tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 15 Maret sampai 3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya", terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Juang KPK Jakarta Selatan, Jum'at (15/04/2024) sore.
Dijelaskan oleh Asep, bahwa besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan di Rutan bervariasi dan dipatok mulai dari Rp. 300 ribu sampai Rp. 20 juta. Uang-uang itu kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung.
"Yang kami sangkakan ini adalah pemerasan, kenapa diperas, karena ada tekanan-tekanan yang dilakukan oleh petugas kami ini, itu yang kemudian memaksa orang memberi sesuatu", jelas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
"Modus yang dilakukan HK (Hengki) dan kawan-kawan terhadap para Tahanan, di antaranya memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan hand-phone, power bank dan informasi Sidak (inspeksi mendadak)", jelas Asep.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, nominal uang yang diterima para Tersangka juga bervariasi sesuai dengan posisi dan tugas yang dibagikan per bulan, mulai dari Rp. 500 ribu sampai Rp. 10 juta.
"Para tahanan yang terlambat menyetor diberikan perlakuan yang tidak nyaman di antaranya tahanan dikunci dari luar. Jadi pintunya, karena ini sel tahanan untuk tempat tidurnya, kemudian dikuncinya dari luar, sehingga tidak bebas bergerak dari luar", ungkap Asep.
Selain itu, lanjut Asep, para pelaku mengurangi jatah olahraga para tahanan. Padahal, setiap tahanan mendapat jatah olahraga setiap hari untuk menjaga kesehatan.
"Nah, itu juga dijadikan bargaining oleh para oknum ini", lanjutnya.
Para Tahanan yang telat membayar 'setoran' akan mendapat jatah jaga piket kebersihan lebih banyak. Padahal, kewajiban membersihkan rutan menjadi tanggung jawab setiap tahanan.
"Kemudian mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak. kebersihan di rutan juga salah satunya adalah menjadi tanggung jawab dari para penghuni rutan tersebut. Nah itu untuk memberikan tekanan supaya mereka lancar terkait dengan pungutannya. Seperti itu", tambahnya.
Tak hanya itu, para Tersangka membocorkan jika akan ada Sidak (inspeksi mendadak) dilakukan di Rutan. Maka, ketika Sidak dilakukan, barang-barang yang dilarang dibawa disembunyikan.
"Tetapi kemudian oleh oknum ini sidaknya dibocorkan, jadi bukan sama sekali tidak ada upaya yang dilakukan oleh pihak KPK dalam hal ini biro umum, yang jadi tanggung jawabnya selalu melaksanakan sidak", imbuhnya.
Para Tersangka menggunakan beberapa istilah atau password dalam menjalankan aksinya. Di antaranya banjir dimaknai info Sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang dan botol dimaknai sebagai telepon seluler dan uang tunai.
Asep pun mengungkapkan, dalam periode tahun 2019 hingga 2023, total uang yang diterima para Tersangka sekitar Rp. 6,3 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, 15 Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK tersebut dijerat dengan pasal pemerasan. Mereka tidak dijerat pasal penyuapan, karena Pungli yang dilakuan disertai ancaman kepada para Tahanan agar mau menyetorkan.
Dijelaskan Nurul Ghufron pula, bahwa pemerasan berbeda dengan penyuapan yang mensyaratkan adanya pihak penerima suap dan pemberi suap. Pemerasan diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Yang kami sangkakan ini adalah pemerasan, kenapa diperas, karena ada tekanan-tekanan yang dilakukan oleh petugas kami ini, itu yang kemudian memaksa orang memberi sesuatu", jelas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Ditegaskan Nurul Ghufron, bahwa meski dalam perkara ini para Tersangka memberikan sejumlah fasilitas kepada tahanan yang telah menyetorkan uang, seperti bisa mengakses telpon seluler dan diinformasikan apabila akan ada inspeksi mendadak, namun pemberian Pungli itu disertai tekanan dan ancaman.
"Tetapi memberinya sesungguhnya dalam pandangan kami ditekan, dipaksa. Karena itu, kami konstruksikan Pasal 12 e, pemerasan, bukan pasal suap", tegas Nurul Ghufron.
Sedangkan, para Tahanan yang tidak mau ikut memberikan uang, mendapat perlakuan yang tidak nyaman oleh para Tersangka.
"Kalau tidak memberi kepada petugas ini, sebagaimana disampaikan tadi, tugasnya untuk membersihkan piket jaga, piket kebersihan diperlama, isolasinya diperlama. Yang begitu itu, tindakan pemerasan", tandas Nurul Ghufron.
"Kalau tidak memberi kepada petugas ini, sebagaimana disampaikan tadi, tugasnya untuk membersihkan piket jaga, piket kebersihan diperlama, isolasinya diperlama. Yang begitu itu, tindakan pemerasan", tandas Nurul Ghufron.
Terhadap para Tersangka, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*
BERITA TERKAIT: