Selasa, 16 April 2024

KPK Eksekusi Putusan Etik Dewas Terhadap 2 'Bos' Pungli Rutan Sampaikan Permintaan Maaf

Baca Juga


KPK mengeksekusi putusan Dewas terhadap 2 Pegawai KPK 'Bos Pungli' Rutan KPK di Auditorium Gedung C1 Jakarta Selatan, Senin 15 April 2024. (Foto: Dokumen KPK).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeksekusi putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap 2 (dua) Pegawai KPK 'Bos' Pungli (pungutan liar) / pemerasan Tahanan korupsi di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H. Harefa menerangkan, dua Pegawai KPK tersebut dieksekusi KPK menjalani sanksi menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Keduanya, yakni Sopian Hadi (SH) dan Ristanta (RT).

"Penjatuhan hukuman etik ini sebagai bentuk tindak lanjut KPK mengeksekusi pelanggaran para pegawai sesuai Pasal 4 ayat (2) huruf b perihal Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK oleh Dewas", terang Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H. Harefa dalam keterangannya, Selasa (16/04/2024).

Dijelaskan Cahya H. Harefa, eksekusi terhadap dua Pegawai KPK tersebut dilangsungkan secara langsung dan terbuka yang dilaksanakan di Auditorium Gedung C1 KPK pada Senin 15 April 2024.

Dijelaskannya pula, bahwa hal tersebut sekaligus menjadi contoh terhadap Pegawai KPK lainnya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dasar lainnya dalam IS KPK (Integritas, Sinergi, Keadilan, Profesionalisme, Kepemimpinan).

Di saat yang bersamaan, Ristana dan Sopian menyatakan permintaan maafnya. Keduanya mengakui telah melakukan pelanggaran etik berupa penyalahgunaan jabatan dan/ atau wewenang untuk kepentingan pribadi dan/ atau golongan.

"Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut dan sebagai Insan KPK akan senantiasa bersikap, bertindak dan/vatau berbuat sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku. Dengan ini saya memberikan kuasa kepada Sekretaris Jenderal sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian untuk mengunggah rekaman permintaan maaf ini pada media komunikasi internal KPK", ujar Ristana dan Sopian.


KPK mengeksekusi putusan Dewas terhadap 2 Pegawai KPK 'Bos Pungli' Rutan KPK di Auditorium Gedung C1 Jakarta Selatan, Senin 15 April 2024. (Foto: Dokumen KPK).


Eksekusi terhadap 2 Pegawai KPK tersebut menindak lanjuti putusan Dewas KPK yang menilai Sopian dan Ristana 'bersalah' terlibat dari pungutan liar (Pungli) berupa pemerasan terhadap Tahanan korupsi di Rutan KPK. Atas kesalahannya tersebut, keduanya pun disanksi etik berupa permintaan maaf secara terbuka langsung.

Sopian dan Ristana telah terbukti terlibat dalam pungli yang telah terjadi sejak tahun 2019 lalu. Keduanya diduga telah menyalahgunakan jabatannya dan telah melanggar Undang-undang Dewas KPK.

Dalam putusannya, Dewas KPK juga merekomendasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada Sopian dan Ristana.

Sebelumnya, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam amar putusannya menyatakan, Dewas KPK menjatuhkan vonis terhadap Koordinator Kamtib rutan KPK, Sopian Hadi dengan sanksi etik berat. Putusan tersebut dibacakan oleh ketua Dewas KPK dalam sidang putusan etik di Gedung Dewas KPK pada Rabu 27 Maret 2024.

"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung", kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan amar putusan Dewas KPK, Rabu (27/03/2024).

Tumpak menegaskan, bahwa Dewas KPK meyakini Sopian telah terbukti terlibat dalam pungli yang telah terjadi sejak tahun 2019 lalu. Ia diduga telah menyalah-gunakan jabatannya dan telah melanggar Undang-undang Dewas KPK.

"Menyatakan terperiksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan penyalahgunaan jabatan atau kewenangan yang dimiliki guna kepentingan pribadi dan atau golongan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf B peraturan dewan pengawas nomor 3 tahun 2021", tegas Tumpak.

Dalam amar putusannya, Dewas KPK juga merekomendasikan supaya Pejabat Pembina Kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada Sopian.

Dalam perkara dugaan TPK pemerasan terhadap Tahanan korupsi KPK di Rutan Cabang KPK, beberapa waktu lalu Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut, bahwa hampir semua Tahanan KPK memberikan uang Pungli kepada petugas Rutan Cabang KPK.

Sementara itu, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 15 (lima belas) Pegawai KPK sebagai Tersangka dan langsung melakukan penahanan.

Penetapan 15 Tersangka perkara dugaan TPK pemerasan terhadap Tahanan korupsi di Rutan Cabang KPK dan penahannya, diumumkan secara resmi oleh KPK kepada publik pada Jum'at (15/04/2024) sore di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan dengan menghadirkan 15 Tersangka.

Adapun 15 Tersangka tersebut, yakni:
1. Kepala Rutan KPK saat ini Achmad Fauzi;
2. Mantan petugas Rutan KPK Hengki;
3. Mantan Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Rutan KPK Deden Rochendi;
4. Petugas Rutan KPK Ristanta;
5. Petugas Rutan KPK Ari Rahman Hakim;
6. Petugas Rutan KPK Agung Nugroho;
7. Mantan petugas Rutan KPK Eri Angga Permana;
8. Petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan;
9. Petugas Rutan KPK Suharlan;
10. Petugas Rutan KPK Sopian Hadi;
11. Petugas Rutan KPK Ramadhan Ubaidillah;
12. Petugas Rutan KPK Mahdi Aris,
13. Petugas Rutan KPK Wardoyo;
14. Petugas Rutan KPK Muhammad Abduh; dan
15. Petugas Rutan KPK Ricky Rachmawanto.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan para Tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 15 Maret sampai 3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya", terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Juang KPK Jakarta Selatan, Jum'at (15/04/2024) sore.

Dijelaskan oleh Asep, bahwa besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan di Rutan bervariasi dan dipatok mulai dari Rp. 300 ribu sampai Rp. 20 juta. Uang-uang itu kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung.

"Modus yang dilakukan HK (Hengki) dan kawan-kawan terhadap para Tahanan, di antaranya memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan hand-phone, power bank dan informasi Sidak (inspeksi mendadak)", jelas Asep.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, nominal uang yang diterima para Tersangka juga bervariasi sesuai dengan posisi dan tugas yang dibagikan per bulan, mulai dari Rp. 500 ribu sampai Rp. 10 juta.

"Para tahanan yang terlambat menyetor diberikan perlakuan yang tidak nyaman di antaranya tahanan dikunci dari luar. Jadi pintunya, karena ini sel tahanan untuk tempat tidurnya, kemudian dikuncinya dari luar, sehingga tidak bebas bergerak dari luar", ungkap Asep.

Selain itu, lanjut Asep, para pelaku mengurangi jatah olahraga para tahanan. Padahal, setiap tahanan mendapat jatah olahraga setiap hari untuk menjaga kesehatan.

"Nah, itu juga dijadikan bargaining oleh para oknum ini", lanjutnya.

Para Tahanan yang telat membayar 'setoran' akan mendapat jatah jaga piket kebersihan lebih banyak. Padahal, kewajiban membersihkan rutan menjadi tanggung jawab setiap tahanan.

"Kemudian mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak. kebersihan di rutan juga salah satunya adalah menjadi tanggung jawab dari para penghuni rutan tersebut. Nah itu untuk memberikan tekanan supaya mereka lancar terkait dengan pungutannya. Seperti itu", tambahnya.

Tak hanya itu, para Tersangka membocorkan jika akan ada Sidak (inspeksi mendadak) dilakukan di Rutan. Maka, ketika Sidak dilakukan, barang-barang yang dilarang dibawa disembunyikan.

"Tetapi kemudian oleh oknum ini sidaknya dibocorkan, jadi bukan sama sekali tidak ada upaya yang dilakukan oleh pihak KPK dalam hal ini biro umum, yang jadi tanggung jawabnya selalu melaksanakan sidak", imbuhnya.

Para Tersangka menggunakan beberapa istilah atau password dalam menjalankan aksinya. Di antaranya banjir dimaknai info Sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang dan botol dimaknai sebagai telepon seluler dan uang tunai.

Asep pun mengungkapkan, dalam periode  tahun 2019 hingga 2023, total uang yang diterima para Tersangka sekitar Rp. 6,3 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya. *(HB)*


BERITA TERKAIT: