Rabu, 27 Maret 2024

Kata Dewas, Karutan KPK Tidak Menyesal Terlibat Pungli Rutan

Baca Juga


Anggota Dewas KPK Albertina Ho.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Kepala Rumah Tahanan Negara (Karutan) Cabang KPK non-aktif Achmad Fauzi tidak menyesali perbuatannya atas perkara pungutan liar (Pungli) di Rutan Cabang KPK.

Hal itu disampaikan Anggota Dewas KPK Albertina Ho saat membacakan pertimbangan Dewas KPK tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan putusan sidang etik untuk terperiksa Achmad Fauzi, Rabu (27/03/2024).

"Terperiksa tidak merasa menyesal dan berpendapat apa yang terjadi di Rutan KPK merupakan kebodohannya selama menjabat sebagai Karutan KPK", ujar Anggota Dewas KPK Albertina Ho dalam sidang etik di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Rabu (27/03/2024).

Perbuatan Fauzi membiarkan praktik pungli di lingkungan Rutan KPK juga membuat kepercayaan masyarakat ke KPK semakin merosot. "Akibat perbuatan Terperiksa kepercayaan publik kepada KPK semakin merosot", lanjut Albertina.

Albertina mengungkapkan, pihaknya memang tidak menemukan transaksi Pungli di rekening Achmad Fauzi. Meski demikian, berdasarkan keterangan para Saksi, Fauzi sempat mengadakan pertemuan dengan petugas Rutan dan mengetahui adanya praktik pungli.

Ironisnya, Fauzi tidak menghentikan Pungli itu. Fauzi justru diduga secara sengaja membiarkannya dengan alasan tidak mau memotong 'rezeki' para petugas yang telah melakukan Pungli di Rutan Cabang KPK dari tahun-tahun sebelumnya.

"Justru yang dilakukan Terperiksa sebagai Kepala Rutan dengan memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan ke atasannya tentang pungutan liar di Rutan KPK", ungkap Albertina Ho..

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menegaskan, dalam perkara Pungli di Rutan Cabang KPK ini, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat kepada Achmad Fauzi berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung.

"Menjatuhkan sanksi berat kepada Terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung", tegas Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan putusan etik Dewas KPK dalam persidangan.

Dalam perkara Pungli di Rutan Cabang KPK ini, selain ditangani secara etik oleh Dewas KPK,  Kepala Rumah Tahanan Negara (Karutan) Cabang KPK non-aktif Achmad Fauzi juga ditangani secara pidana dan secara disiplin PNS.

Sebagaimana diketahui, skandal Pungli di Rutan Cabang KPK kali pertama diungkap oleh Dewas KPK. Yang mana, praktik tindak pidana Pungli di Rutan Cabang KPK itu telah terjadi sejak periode tahun 2018 – 2023.

KPK kemudian mengusut skandal Pungli tersebut dari 3 (tiga) sisi, yaitu sisi etik oleh Dewas, sisi pidana oleh Kedeputian Penindakan dan Eksekusi dan sisi disiplin oleh Sekretariat Jenderal (Setjen).

Dalam perkara dugaan TPK Pungli di Rutan Cabang KPK, beberapa waktu lalu Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut, bahwa hampir semua Tahanan KPK memberikan uang Pungli kepada petugas Rutan Cabang KPK. Sementara itu, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 15 (lima belas) Pegawai KPK sebagai Tersangka dan langsung melakukan penahanan.

Penetapan 15 Tersangka perkara dugaan TPK Pungli di Rutan Cabang KPK dan penahannya, diumumkan secara resmi oleh KPK kepada publik, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan dengan menghadirkan 15 Tersangka.

Adapun 15 Tersangka tersebut, yakni:
1. Kepala Rutan KPK saat ini Achmad Fauzi;
2. Mantan petugas Rutan KPK Hengki;
3. Mantan Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Rutan KPK Deden Rochendi;
4. Petugas Rutan KPK Ristanta;
5. Petugas Rutan KPK Ari Rahman Hakim;
6. Petugas Rutan KPK Agung Nugroho;
7. Mantan petugas Rutan KPK Eri Angga Permana;
8. Petugas Rutan KPK Muhammad Ridwan;
9. Petugas Rutan KPK Suharlan;
10. Petugas Rutan KPK Sopian Hadi;
11. Petugas Rutan KPK Ramadhan Ubaidillah;
12. Petugas Rutan KPK Mahdi Aris,
13. Petugas Rutan KPK Wardoyo;
14. Petugas Rutan KPK Muhammad Abduh; dan
15. Petugas Rutan KPK Ricky Rachmawanto.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan para Tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 15 Maret sampai 3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya", terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Juang KPK Jakarta Selatan, Jum'at (15/04/2024) sore.

Dijelaskan oleh Asep, bahwa besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan di Rutan bervariasi dan dipatok mulai dari Rp. 300 ribu sampai Rp. 20 juta. Uang-uang itu kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung.

"Modus yang dilakukan HK (Hengki) dan kawan-kawan terhadap para Tahanan, di antaranya memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan hand-phone, power bank dan informasi Sidak (inspeksi mendadak)", jelas Asep.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, nominal uang yang diterima para Tersangka juga bervariasi sesuai dengan posisi dan tugas yang dibagikan per bulan, mulai dari Rp. 500 ribu sampai Rp. 10 juta.

"Para tahanan yang terlambat menyetor diberikan perlakuan yang tidak nyaman di antaranya tahanan dikunci dari luar. Jadi pintunya, karena ini sel tahanan untuk tempat tidurnya, kemudian dikuncinya dari luar, sehingga tidak bebas bergerak dari luar", ungkap Asep.

Selain itu, lanjut Asep, para pelaku mengurangi jatah olahraga para tahanan. Padahal, setiap tahanan mendapat jatah olahraga setiap hari untuk menjaga kesehatan.

"Nah, itu juga dijadikan bargaining oleh para oknum ini", lanjutnya.

Para Tahanan yang telat membayar 'setoran' akan mendapat jatah jaga piket kebersihan lebih banyak. Padahal, kewajiban membersihkan rutan menjadi tanggung jawab setiap tahanan.

"Kemudian mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak. kebersihan di rutan juga salah satunya adalah menjadi tanggung jawab dari para penghuni rutan tersebut. Nah itu untuk memberikan tekanan supaya mereka lancar terkait dengan pungutannya. Seperti itu", tambahnya.

Tak hanya itu, para Tersangka membocorkan jika akan ada Sidak (inspeksi mendadak) dilakukan di Rutan. Maka, ketika Sidak dilakukan, barang-barang yang dilarang dibawa disembunyikan.

"Tetapi kemudian oleh oknum ini sidaknya dibocorkan, jadi bukan sama sekali tidak ada upaya yang dilakukan oleh pihak KPK dalam hal ini biro umum, yang jadi tanggung jawabnya selalu melaksanakan sidak", imbuhnya.

Para Tersangka menggunakan beberapa istilah atau password dalam menjalankan aksinya. Di antaranya banjir dimaknai info Sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang dan botol dimaknai sebagai telepon seluler dan uang tunai.

Asep pun mengungkapkan, dalam periode  tahun 2019 hingga 2023, total uang yang diterima para Tersangka sekitar Rp. 6,3 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya. *(HB)*


BERITA TERKAIT: