Selasa, 28 November 2017

Sidang Ke-22 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Pledoi 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Langsung Direplik JPU

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-22 kasus OTT dugaan suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS, saat tiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto secara bergantian membaca nota pledoi pribadinya, Selasa (28/11/2017) siang.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-22 (dua puluh dua) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda, Waru - Surabaya pada Selasa 28 Nopember 2017 ini, menghadirkan 3 (tiga) terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. Masing-masing dari ketiganya adalah mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PDI-Perjuangan), mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani (PKB) dan mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq (PAN).

Dalam persidangan beragendakan 'Pembacaan Pledoi atau Nota Pembelaan Terdakwa' yang dipimpin Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti ini, selain ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut membacakan pledoinya secara pribadi juga diiringi dengan pembacaan pledoi terdakwa oleh masing-masing Penasehat Hukum (PH)  terdakwa.

Dalam nota pledoi pribadinya, dengan maksud yang senada, 3 mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi 'suap' tersebut meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya juga menyeret  22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Pasalnya, ketiga mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut melakukan perbuatan tindak pidana korupsi hingga terjaring OTT KPK pada pertengahan Juni 2017 silam, karena atas permintaan dan tekanan Anggota Dewan serta uang hasil tindak pidana korupsi 'suap' itupun telah diterima dan dinikmati oleh seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto sebagai bagiannya masing-masing.

Dalam nota pledoi pribadinya pula, ketiga mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut kompak pada salah-satu item pledoinya menyebutkan pernyataan yang senada, yakni ke 22 Anggota Dewan 'tahu' asal-usul uang yang mereka terima adalah uang pemberian 'fee proyek Jasmas' dari Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto yang turut terjaring OTT KPK pada pertengahan Juni 2017 silam dan menjadi salah-salah tersangka/terdakwa/terpidana dalam kasus ini.

Seperti penyataan terdakwa Purnomo mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto yang disampaikan saat membacakan nota pledoi pribadinya dalam persidangan. Secara secara jelas terdakwa Purnomo menyinggung salah-satu item dakwaan terhadapnya yang mengungkap adanya keterlibatan semua Anggota Dewan. “Di surat dakwaan (Red: dakwaan JPU KPK) juga disebutkan, bahwa pemberian hadiah diperuntukkan kepada Pimpinan DPRD dan anggota DPRD Kota Mojokerto dan uang sejumlah Rp. 150 juta sudah dibagikan kepada Pimpinan dan Anggota Dewan. Namun, yang dijadikan tersangka hanya pimpinan DPRD Kota Mojokerto", ungkap Purnomo dalam nota pembelaan pribadi setebal 8 halaman, Selasa (28/11/2017) siang.

Sementara itu, diantara 12 (dua belas) item nota pembelaannya, terdakwa Umar Faruq mengungkapkan, meski saat itu dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan namun secara pribadi dirinya tidak berinisiatif untuk meminta penghasilan tambahan tidak-resmi berupa 'uang fee proyek Jasmas' itu kepada pihak Eksekutif. “Permintaan uang yang dilakukan DPRD terhadap Eksekutif adalah tuntutan semua Anggota (Red: Anggota Dewan) melalui para Ketua Fraksi. Dan tuntutan itu diarahkan kepada ketua DPRD Saudara Purnomo yang pada akhirnya mengikut-sertakan saya karena posisi saya selaku Wakil Ketua (Red: Wakil Ketua DPRD) bersama saudara Abdullah Fanani", ungkap terdakwa Umar Faruq.

Diakuinya secara tegas, bahwa dirinya 'bersama-sama' ke 22 Anggota Dewan lainnya telah menerima dan menikmati 'uang haram' pemberian Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto. Maka, jika dalam ini dirinya dianggap sebagai tersangka tindak pidana korupsi, demi keadilan, Umar Faruq meminta Majelis Hakim untuk memroses Anggota Dewan lainnya sebagaimana dirinya diproses dan dijadikan tersangka hingga terdakwa. "Saya telah menjadi bagian bersama-sama Anggota DPRD yang menikmati uang yang diterima atas kesepakatan bersama", tegas terdakwa Umar Faruq mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Demikian juga dengan terdakwa Abdullah Fanani mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, ketika tiba gilirannya untuk membacakan nota pembelaannya, salah-satu item nota pembelaan terdakwa Abdullah Fanani menyebutkan permintaannya kepada Majelis Hakim agar juga menyeret semua pihak yang terlibat dalam kasus yang membelitnya, khusunya seluruh Anggota DPRD Kota Mojokerto yang sama-sama menerima pembagian 'uang haram' pemberian Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto, sebagai bagiannya. “Saya mohon kepada Majelis Hakim untuk dapatnya memproses secara hukum siapa saja yang terlibat dari peristiwa yang telah menyeret saya sekarang ini, khususnya para anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 – 2019. Karena mereka juga telah menerima uang", pinta  terdakwa Abdullah Fanani mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto kepada Majelis Hakim.

Dalam nota pledoi pribadinya, terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD kota Mojokerto Abdullah Fanani pun menyatakan, jika kasus korupsi 'suap' yang membuat dirinya dan dua kolega sesama Pimpinan Dewan serta Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto ditangkap KPK pada Sabtu (17/06/2017) dini-hari silam, tidak hanya melibatkan 3 Pimpinan Dewan dan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto saja, melainkan juga melibatkan para Ketua Fraksi DPRD Kota Mojokerto. Dimana, masing-masing Ketua Fraksi itu mewakili masing-masing Anggota Fraksinya. “Perbuatan melanggar hukum ini dilakukan atas inisiatif dan kesepakatan bersama antara 3 unsur Pimpinan dengan Ketua-ketua Fraksi DPRD Kota Mojokerto sebagai perwakilan anggota (Red: Anggota Fraksi)", ungkap terdakwa Abdullah Fanani.

Sementara itu, usai ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut menyampaikan nota pledoi pribadinya, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada masing-masing PH ketiga terdakwa untuk memaparkan nota pledoinya. Terkait itu, secara panjang lebar PH ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto memaparkan pledoinya masing-masing secara bergantian.

 JPU KPK Heradian Salipin saat melakukan replik atas nota pledoi pribadi ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto dan nota pledoi Penasehat Hukum ketiga terdakwa, Selasa (28/11/2017) siang.

Setelahnya, Ketua Majelis Hakim pun menawarkan waktu kepada JPU KPK untuk mengajukan replik. Menanggapi tawaran Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti, JPU KPK menerimanya dan langsung melakukan replik terhadap nota pledoi pribadi ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto maupun pledoi PH ketiga terdakwa mantan pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut.

Hanya saja, tidak semua materi dalam berkas nota pledoi yang disampaikan ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto maupun PH ketiga terdakwa yang ditanggapi JPU KPK. Melainkan, hanya yang dinilai JPU KPK diluar materi tuntutan saja. “Replik kami sangat singkat. Hanya untuk meluruskan beberapa hal yang diluar materi tuntutan", tegas JPU KPK, Heradian Salipin.

Atas pledoi pribadi terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, JPU KPK Heradian Salipin menyatakan, bahwa terkait terdakwa Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto yang hanya menerima uang Rp. 15 dijadikan tersangka dan dihadapkan sebagai terdakwa dalam persidangan sementara 22 (dua puluh dua) Anggota Dewan lainnya yang juga menerima dan menikmati 'uang haram' itu hingga saat ini seolah diabaikan saja. "Terhadap pledoi terdakwa Purnomo yang menyatakan hanya menerima dan menikmati Rp. 15 juta, hal itu tidak perlu kami buktikan lagi. Karena sudah diterangkan lengkap dalam materi tuntutan", lontar JPU KPK Heradian Salipin.

Terkait penyadapan oleh KPK yang dipertanyakan keabsahannya oleh Imam Subaweh PH terdakwa Purnomo, JPU KPK Heradian Salipin menyatakan, jika penyadapan (KPK) harus dikesampingkan dari UU ITE. “Meski ada Undang Undang baru menyangkut intersepsi, namun tidak untuk  menghentikan proses penyadapan (Red: oleh KPK). Jadi harus dikesampingkan, ini untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap tindak pidana korupsi yang merupakan ekstra ordinary crime", sergah JPU KPK Heradian Salipin.

Menanggapi nota pledoi pribadi terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq, JPU KPK Heradian Salipin menyatakan, bahwa ada perbedaan pemahaman pembuktian. “Hal itu tidak kami tanggapi, karena sudah kami terangkan dalam uraian tuntutan", tukas JPU KPK Heradian Salipin

Tentang diri terdakwa Umar Faruq yang di tangkap tangan oleh KPK, sedangkan saat itu barang bukti uang sejumlah Rp. 300 juta berada didalam mobil pihak lain, JPU KPK Heradian Salipin menyatakan, jika proses penangkapan tidak harus disertai barang bukti. "Tangkap tangan dilakukan karena diketahui jika seseorang baru saja melakukan tindak pidana korupsi atau diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. Untuk suatu tindakan, tidak ada syarat harus ada barang bukti dalam proses tersebut", tandas JPU KPK Heradian Salipin.

Menanggapi nota pledoi pribadi terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani yang mempermasalahkan dakwaan Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana yang didakwakan kepadanya, dimana dalam pasal tersebut mengatur bagi pelaku yang bakal dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana, sementara saat kejadian terdakwa Abdullah Fanani tengah tidur dirumahnya, JPU KPK Budi Nugraha menyatakan, bahwa unsur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP harus dinyatakan terbukti, karena pemberi dan penerima suap sama-sama diketahui. "Sedang hal lainnya, tidak perlu kami tanggapi, karena sudah kami uraikan dalam materi tuntutan", tandasnya.

Atas jalannya persidangan yang menjerat ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, dalam pledoinya, ketiga PH terdakwa menilai, materi tuntutan JPU KPK banyak yang tidak sesuai dengan fakta persidangan. Diantaranya, Pasal 12 huruf a UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Korupsi yang didakwakan dalam tuntutan JPU KPK.

Sebelum menutup jalannya persidangan, Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti mengagendakan persidangan lanjutan yang akan digelar pekan depan, Selasa (05/12/2017),  dengan agenda 'Pembacaan Putusan Hakim'. Wal-hasil, nasib ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang dalam hal ini Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq, akan ditentukan pada Selasa 5 Desember mendatang.

Usai persidangan, dikonfirmasi terkait permintaan 3 terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto agar dilakukan pengusutan terhadap 22 Anggota Dewan yang terbukti menerima pembagian 'uang haram' pemberian Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto, sebagai bagiannya, JPU KPK Budi Nugraha tampak enggan memberikan keterangan panjang-lebar. Namun, pihaknya akan menindak-lanjutinya sesuai putusan Majelis Hakim yang memimpin jalannya sidang. “Prinsipnya, kita tunggu putusan Majelis Hakim. Putusan itu yang kita laporkan ke Pimpinan (Red: Pimpinan KPK). Kita tidak bisa berandai-andai. Tapi, jika terbukti, langsung kita tindak-lanjuti. Seperti dalam perkara Wiwiet Febriyanto, ketika terbukti dalam putusan ada menyebutkan nama Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, maka kita tindak-lanjuti", terangnya, singkat.

Sebagaimana diketahui, dalam operasi super senyap di Kota Mojokerto pada Jum'at (16/06/2017) hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan mengamankan 6 (enam) orang ditempat berbeda serta berhasil menyita barang bukti uang sejumlah Rp. 470 juta yang diduga merupakan uang 'suap'.

Ke-enam orang itu bersama barang bukti uang tersebut  pada Sabtu (17/06/2017) dini-hari itu juga selanjutnya dibawa ke Mapolda Jatim untuk menjalani proses pemeriksaan awal, dan baru pada Sabtu (17/06/2017) sekitar pukul 12.00 WIB ke-enam orang itu bersama barang bukti uang sejumlah Rp. 470 juta diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK.

Setelah menjalani proses pemeriksaan lanjutan secara intensif di gedung KPK, berdasarkan hasil pemeriksaan dan barang bukti yang ada serta hasil gelar perkara, Sabtu (17/06/2017) sekitar pukul 22.00 WIB, 4 (empat) orang di antara 6 (enam) itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ke-empatnya adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Wiwiet Febryanto.

Setelah proses pemeriksaan dinilai cukup, ke-empat tersangka tersebut bersama berkas hasil pemeriksaan masing-masing tersangka dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya untuk menjalani proses persidangan, sementara itu ke-empatnya dititipkan dan mendiami Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Medaeng - Surabaya.

Terdakwa Wiwiet Febryanto sendiri sebagai pemberi suap, hingga pada persidangan ke-18 terkait kasus tersebut, yang digelar pada Jum'at 10 Nopember 2017 yang lalu, dinyatakan oleh Majelis Hakim telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana.

Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut, terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto
dijatuhi vonis sesuai tuntutan sanksi hukum JPU KPK, yakni diganjar sanksi pidana badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Hanya saja, atas vonis yang telah dijatuhkan Majelis Hakim tersebut, baik terdakwa Wiwiet Febryanto maupun JPU KPK mengajukan 'Banding'.

Sementara itu pula, 3 terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut yang diduga sebagai penerima suap, dalam sidang ke-21 yang digelar pada Selasa 21 Nopember 2017 dan beragendakan 'Pembacaan Tuntutan' JPU KPK terhadap ketiga terdakwa, JPU KPK menilai ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto terbukti secara dan meyakinkan telah melanggar Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut, ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto dituntut JPU KPK dengan hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta untuk masing-masing terdakwa. Hanya saja, meski ketiga terdakwa dituntut dengan hukuman badan dan denda sama, namun subsider kurungan berbeda. Yang mana, untuk terdakwa Purnomo dan terdakwa Umar Faruq, masing- masing dituntut harus menjalani hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa untuk terdakwa Abdullah Fanani, harus menjalani hukuman hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan kurungan. *(DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-21 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Pastikan Adanya Sprindik Dan Tersangka Baru
*Sidang Ke-21 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Rudi Markus Titip Uang Rp. 900 Juta, KPK Dorong Korban Lapor Ke Polisi
*Sidang Ke-21 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Dituntut 5 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 2OO Juta
*Sidang Ke-20 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wiwiet Febryanto Akhirnya Ajukan Banding Atas Vonis Yang Diputus Majelis Hakim
*idang Ke-19 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mantan Pimpinan Dewan Terancam Pasal Berlapis
*Sidang Ke-18 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU KPK Janjikan Segera Ekspos Perkara Lanjutan Kasus OTT
*Sidang Ke-18 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Terdakwa Wiwiet Febryanto Dijatuhi Sanksi 2 Tahun Penjara Serta Denda Rp. 250 Juta
*Sidang Ke-17 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Para Saksi Anggota Dewan Diancam Pasal 22 UU Tipikor
*Sidang Ke-15 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mengaku Semua Anggota Dewan Tahu Soal Fee Proyek Jasmas Dan Jatah Triwulan
*Sidang Ke-14 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Pledoi Terdakwa Wiwiet Sebut Dewan Pelaku Utama
*Sidang Ke-13 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 2 Dari 5 Saksi Swasta Dicecar Soal Motif Meminjami Uang Wiwiet Febryanto Hingga Hampir Rp. 1 M
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tolak Permohonan Wiwiet Sebagai Justice Collaborators
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU KPK Tuntut Terdakwa WiwietFebryanto Dengan Sanksi 2 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 250 Juta
*Sidang Ke-11 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Umar Faruq Sebut Rp. 180 Juta Untuk Nyicil Hutang Wakil Wali Kota Dan Rp. 30 Juta Rencana Untuk THR
*Sidang Ke-10 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wiwiet Febriyanto Mulai Diperiksa Sebagai Terdakwa
*Sidang Ke-9 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Dewan Akui Terima Fee
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Terdakwa Meyakini Peran Anggota Dewan Akan Terungkap Dalam Persidangan Mendatang...?
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap, 3 Mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Terancam Pasal TPPU...?
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, Komitmen Fee Dan Success Fee Dewan Dilakukan Disebuah Hotel Dikawasan Trawas
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, JPUK KPK Hadirkan 4 Anggota DPRD Kota Mojokerto Sebagai Saksi
*Sidang Ke-6 Kasus OTT Suap Proyek PENS, Semua Anggota Dewan Tahu Adanya Fee Proyek Dan Jatah Triwulan...?
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS,KadisPUPRPemkotMojokertoTeramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, WiwietFebryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng